Jumat, 11 Desember 2015

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)



BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)

PENDAHULUAN
Sesuai dengan pasal 3 ayat (3) UUD 1945 bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi kebutuhan dasar, untuk papan dan lahan usaha juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajar menyerahkan sebagain nilai ekonomu yang diperolehnya kepada negara melalui pembapyaran pajpak, yang dalam hal itu adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang BPHTB:

  • Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan system self assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya. 
  • Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP). 
  •  Agar pelaksanaan undang-undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun pada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak memenuhi kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
  • Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah. 
  • Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.


PENGERTIAN
Dalam pembahasan BPHTB akan dijumpai beberapa pengertian yang sudah baku. Pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
·         BPHTB adala pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dalam pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak.
·         BPHTB adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.
·         Hak atas tanah dan bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU NO 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria, UU No 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, UU No 28 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku lainnya.

DASAR HUKUM
Dasar hukum BPHTB adalah:

  • Undang-Undang No 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,. Undang-Undang ini menggantikan ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291. 
  • Peraturan Pemerintah No 111 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan hibah. 
  • Peraturan Pemerintah No 112 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. 
  • Peraturan Pemerintah No 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB.

OBJEK PAJAK
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:
  1. Pemindahan hak karena:
·         jual beli,
·         tukar menukar,
·         hibah,
·         hibah wasiat,
·         waris,
·         pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya,
·         pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak,
·         penunjukan pembelian dalam lelang,
·         pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai hukum tetap,
·         penggabungan usaha,
·         pemekaran usaha, dan
·         hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
·         kelanjutan pelepasan hak, dan
·         di luar pelepasan hak.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas:
  • hak milik, 
  • hak guna usaha, 
  • hak guna bangunan, 
  • hak pakai, 
  • hak milik atas satuan rumah susun, dan 
  • hak pengelolaan.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
  • Perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 
  • Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. 
  • Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Manteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut. 
  • Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. 
  • Orang pribadi atau badan karena wakaf. 
  • Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah,

DASAR PENGENAAN PAJAK
Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ditentukan sebesar:
a.       Harga transaksi dalam jual beli.
b.      Nilai pasar objek pajak dalam hal:
·         Tukar menukar,
·         Hibah,
·         Hibah wasiat,
·         Waris,
·         Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya,
·         Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak,
·         Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekutan hukum tetap,
·         Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak,
·         Pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak,
·         Penggabungan usaha,
·         Peleburan usaha,
·         Pemekaran usaha,
·         Hadiah.
c.   Harga transaksi yang tercantum dala Risalah Lelang, dalam hal penunjukan pembeli dalam lelang,
d.  Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud dalam poin 1 dan 2 tidak diketahui atau NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB.
Contoh:
Tuan Aryo membeli tanah dan bangunan dengan NJOP (harga transaksi) Rp 100.000.000. NJOP PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah Rp 120.000.000, maka yang dikenakan sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah Rp 120.000.000.

NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NPOPTKP)
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp 60.000.000, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri. NPOPTKP ditetapkan reginal paling banyak Rp 300.000.000. besarnya NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.

TARIF PAJAK
Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

SAAT TERUTANGNYA PAJAK
Saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:
a.       Sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk:
·         Jual beli
·         Tukar menukar
·         Hibah
·         Pemasukan dalam perseroaan atau badan hukum lainnya
·         Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
·         Penggabungan usaha
·         Peleburan usaha
·         Pemekaran usaha
·         Hadiah
b.     Sejak tanggal penunjukan pemenang lelang untuk lelang
c.   Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim
d.   Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertahanan untuk hibah wasiat dan waris
e.       Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk:
·         Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
·         Pemberian hak baru di luar pelepasan hak

TEMPAT PAJAK TERUTANG
Tempat pajak terutang adalah di wilayah:
  • Kabupaten 
  • Kota, atau 
  • Propinsi
Tempat tersebut meliputi letak tanah dan atau bangunan.

TEMPAT PEMBAYARAN
Pajak terutang di bayar ke Kas Negara melalui:
  • Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah 
  • Kantor Pos dan Giro 
  • Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan

CARA MENGHITUNG BPTHB
BPHTB = Tarif x (Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak)
BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)

CONTOH PERHITUNGAN BPHTB
Contoh 1:
Tuan Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000. sedangkan NPOPTKP yang berlaku di kabupaten/kota tersebut Rp 60.000.000. hitunglah BPHTB!
Jawab:
NPOP                                                                                                       Rp 70.000.000
NPOPTKP                                                                                                Rp 60.000.000(-)
NPOPKP                                                                                                  Rp 10.000.000
BPHTB yang terutang           = tarif x NPOPKP
                                               = 5% x Rp 10.000.000
                                               = Rp 500.000,00
Contoh 2:
Pad tanggal 6 Januari 2010 Tuan Soni membeli tanah yang terletak di Kabupaten Bandung Barat dengan harga Rp 50.000.000. NJOP PBB tahun 2010 Rp 40.000.000. mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NJOPnya sebesar Rp 50.000.000. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang priadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri, untuk Kabupaten Bandung Barat ditetapkan sebesar Rp 60.000.000. mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB.
BPHTB                                  = 5% x (Rp 50.000.000 – Rp Rp 60.000.000)
                                               = 5% X Rp 0
                                               = Rp 0 (nihil)
Contoh 3:
Pada tanggal 7 Januari 2011, Nyonya Devi membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten Bandung dengan harga Rp 90.000.000. NJOP PBB tahun 2011 adalah Rp 100.000.000. sehingga besarnya NPOP adalah Rp 100.000.000. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten Bandung ditetapkan sebesar Rp 60.000.000. hitunglah BPHTB!
Jawab:
BPHTB                                  = 5% x (Rp 100.000.000 – Rp 60.000.000)
                                               = 5% x Rp 40.000.0000
                                               = Rp 2.000.000
Contoh 4:
Pada tanggal 28 Juli 2010, Tuan Bonn mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota Bandung dengan NJOP PBB Rp 400.000.000. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota Bandung ditetapkan sebesar Rp 300.000.000. Hitung BPHTB!
Jawab:
 BPHTB                                 = 50% x 5% x (Rp 400.000.000-Rp 300.000.000)
                                               =  50% x 5% x Rp 100.000.000
                                               = Rp 2.500.000

Referensi:
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Widyaningsing, Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA CV.

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

KONSEP DASAR PBB
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Asas pajak bumi dan bangunan:
·         Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
·         Adanya kepastian hukum
·         Mudah dimengerti dan adil
·         Menghindari pajak berganda

OBJEK PBB
Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan.
Bumi adalah Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, tambang, rawa-rawa, dan lain-lain.
Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditaman atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, galangan kapal, dermaga, taman mewah, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, tempat olahraga, jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks bangunan, fasilitas lain yang memberi manfaat, dan lain-lain.
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
  • Letak 
  • Peruntukan 
  • Pemanfaatan 
  • Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
  • Bahan yang digunakan 
  • Rekayasa 
  • Letak 
  • Kondisi lingkungan dan lain-lain

PENGECUALIAN OBJEK PAJAK PBB
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang:
  • Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gerja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain. 
  • Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu. 
  • Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang disukai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 
  • Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Catatan:
Yang dimaksud dengan tidak dimaksudkan untuk memperoeh keuntungan adalah bahwa objek pajak itu diusahakan untuk melayani kepentingan umum, dan nyata-nyata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan. Hal ini dapat dilihat dari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dari yayasan/badan yang bergerak di bidang sosial, ibadah, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional tersebut. Termasuk pengertian ini adalah hutan wisata milik negara sesuai pasal 2 UU nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentutan Pokok Kehutanan.

SUBJEK PAJAK DAN WAJIB PAJAK
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  • mempunyai suatu hak atas bumi dan atau, 
  • memperoleh manfaat atas bumi dan atau, 
  •  memiliki bangunan dan atau, 
  •  menguasai bangunan dan atau, 
  •  memperoleh atas bangunan.
Wajib pajak adalah sibjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

DASAR PENGHITUNGAN DAN CARA MENGHITUNG PBB
Dasar penghitungn PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sebagai berikut:
  • objek pajak perkebunan adalah 40% 
  • objek pajak kehutanan adalah 40% 
  • objek pajak pertambangan adalah 20% 
  • objek pajak lainnya (pedesaan dan perkantoran): apabila NJOPnya > Rp 1.000.000.000 adalah 40% dan apabila NJOPnya < Rp 1.000.000.000 adalah 20%.
Untuk menghitung besarnya PBB yang harus dibayar maka harus diketahui lebih dahulu kelas dari tanah (bumi) dan atau bangunan yang menjadi objek PBB sehingga bisa dihitung NJOP PBB. Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan, dan untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keungan Nomor 150/PMK.03/2010 tentang Klasifikasi dan Penetapan NJOB sebagai dasar pengenaan PBB yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomorn 523/KMK.04/1998.

DASAR PENGENAAN PBB
Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:
·         harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar,
·         perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya,
·         nilai perolehan baru,
·         penentuan Nilai Jula Objek Pajak pengganti.

NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan atau bangunan yang tidak kena pajak. Mulai 1 Januari 2010, pemerintah menetapkan aturan baru tentang Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dan NJOPTKP yang diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang selesai diamandeman pada 15 September 2009. Besaran NJOPTKP diubah dari sebelumnya ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000 kini paling rendah Rp 10.000.000 per objek pajak berdasarkan UU NO 28 Tahun 2009 tentang PDRD.
Pada tahun 2011 seiiring dengan perkembangan ekonomi, moneter, dan harga umum objek pajak, Menteri Keuangan telah melakukan penyesuaian terhadap besarnya NJOPTKP PBB. Besarnya NJOPTKP PBB untuk tahu 2012 ditetapkan maksimal sebesar Rp 24.000.000. NJOPTKP merupakan pengurangan besarya NJOP sebelum dikalikan tarif PBB sehingga NJOPTKP akan mengurangi besarnya PBB yang terutang.
Untuk menentukan besarnya NJOPTKP PBB untuk tahun 2012 ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat atas nama Menteri Keuangan untuk masing-masing kabupaten/kota dengan mempertimbangkan pendapat Pemerintah Daerah setempat. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.03/2011 tanggal 4 April 2011.
Artinya pemerintah kabupaten dan kota diberi kewenangan untuk menetapkan tarif NJOPTKP tanpa batasan. Semakin tinggi NJOPTKP akan semakin ringan pembayaran PBB yang harus ditanggung masyarakat. Dengan demikian, semakin tinggi NJOPTKP akan semakin tinggi insentif yang diberikan pemerintah kabupaten dan kota kepada dunia usaha.

TARIF PBB
Tarif PBB untuk perdesaan dan perkotaan diturunkan dari 0,5% terhadap NJOP menjadi paling tinggi 0,3% dari NJOP.
Perubahan tarif PBB perdesaan dan perkotaan itu ditetapkan dalam UU No 28 tahun 2009 tentang PDRD yang selesai diamandemen pada 15 September 2009.
Langkah ini diharapkan dapat memperluas basis pemungutan PBB. Kewenangan penetapan tarif PBB akan dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota setelah 31 Desember 2013.

RUMUS PERHITUNGAN PBB
PBB = Tarif x [(NJOP-NJOPTKP) x 40% atau 20%]
PBB = tarif x NJKP

CONTOH PERHITUNGAN PBB
Contoh 1:
Rumah susun memiliki bangunan hunian dengan karakteristik:
·         Tipe flamboyan           : 30 unit @ 75 m2
·         Tipe kenanga               : 45 unit @ 50 m2
·         Tipe anggrek               : 25 unit @ 80 m2
Sedangkan bangunan milik bersama dengan luas 1.000 m2 terdiri dari:
·         Bangunan koridor tangga seluas 750 m2
·         Lift dan bangunan bersama lainnya 250 m2
Rumah susun ini memiliki luas tanah 2.500 m2. Apabila diketahui NJOP atas rumah susun tersebut seperti di bawah ini, berapakah PPB yang terutang untuk masing-masing unit rumah tersebut dengan asumsi bahwa setiap unit dimiliki satu orang!
(PERDA PBB Kota Bandung : NJOPTKP Rp 25.000.000, tarif 0,1%  untuk NJOP <= 1 Miliyar dan tarif 0,2% untuk NJOP > 1 Miliyar)
Uraian
Kelas
NJOP/m2
Bangunan hunian
021
Rp 1.200.000
Bangunan bersama
022
Rp    968.000
Tanah
066
Rp    916.000
Jawab:
NJOP tanah:                                    2.500 m2 x Rp 916.000                    Rp 2.290.000.000
NJOP bangunan:
Bangunan hunian                             6.500 m2 x Rp 1.200.000                 Rp 7.800.000.000
Bangunan bersama                           1.000 m2 x Rp 968.000                    Rp    968.000.000(+)
NJOP bangunan                                                                                       Rp 8.768.000.000
PBB tipe Flamboyan
NJOP tanah ( 75 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000                                 Rp 26.423.076
NJOP bangunan ( 75 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000                          Rp 101.169.230(+)
NJOP tanah dan bangunan                                                                       Rp 127.592.307
NJOPTKP                                                                                                Rp  25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB                                                                 Rp 102.592.307
PBB terutang :
0,1% x Rp 102.592.307 = Rp 102.592
PBB tipe Kenanga
NJOP tanah ( 50 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000                                 Rp 17.615.384
NJOP bangunan ( 50 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000                          Rp 67.446.153(+)
NJOP tanah dan bangunan                                                                       Rp 85.061.538
NJOPTKP                                                                                                Rp  25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB                                                                 Rp 60.061.538
PBB terutang :
0,1% x Rp 60.061.538 = Rp 60.061
PBB tipe Anggrek
NJOP tanah ( 80 m2 / 6.500 m2) Rp 2.290.000.000                                 Rp   28.184.615
NJOP bangunan ( 80 m2 / 6.500 m2) RP 8.768.000.000                          Rp 107.913.846(+)
NJOP tanah dan bangunan                                                                       Rp 136.098.461
NJOPTKP                                                                                                Rp  25.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB                                                                 Rp 111.098.461
PBB terutang :
0,1% x Rp 111.098.461 = Rp 111.098

Contoh 2:
PPB atas rumah mewah dengan data sebagai berikut:
·         Luas tanah 850 m2 kelas B46
·         Bangunan rmah 250 m2 kelas B11
·         Taman 150 m2 kelas A10
·         Kolam renang 250 m2 kelas B20
·         Pagar mewah 180 m2 kelas B20
NJOPTKP sebesar Rp 12.000.000,00. Hitunglah PBB terutang!
Jawab:
NJOP tanah 850 m2 x Rp 5.095.000                                                        Rp 4.330.750.000
NJOP bangungan:
Rumah 250 m2 x Rp 6.225.000                   Rp 1.556.250.000
Taman 150 m2 x Rp 264.000                       Rp      39.600.000
Kolam renang 250 m2 x Rp 1.516.000        Rp    379.000.000
Pagar mewah 180 m2 x Rp 1.516.000         Rp    272.880.000(+)
NJOP bangunan                                                                                       Rp 2.247.730.000(+)
NJOP tanah dan bangunan                                                                       Rp 6.578.480.000
NJOPTKP                                                                                                Rp     12.000.000(-)
NJOP untuk perhitungan PBB                                                                 Rp 6.566.480.000
PBB terutang = 0,5% x 40% x Rp 6.566.480.000 = Rp 13.132.960.000

Referensi:
Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Widyaningsing, Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA CV.