BEA PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
PENDAHULUAN
Sesuai dengan pasal 3 ayat (3) UUD 1945 bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
diperuntukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanah sebagai bagian
dari bumi yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, di samping memenuhi
kebutuhan dasar, untuk papan dan lahan usaha juga merupakan alat investasi yang
sangat menguntungkan. Di samping itu, bangunan juga memberi manfaat ekonomi
bagi pemiliknya. Oleh karena itu, bagi mereka yang memperoleh hak atas tanah
dan bangunan, wajar menyerahkan sebagain nilai ekonomu yang diperolehnya kepada
negara melalui pembapyaran pajpak, yang dalam hal itu adalah Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Prinsip yang dianut dalam Undang-Undang BPHTB:
- Pemenuhan kewajiban BPHTB adalah berdasarkan system self assessment, yaitu wajib pajak menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.
- Besarnya tarif ditetapkan sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP).
- Agar pelaksanaan undang-undang BPHTB dapat berlaku secara efektif, maka baik kepada wajib pajak maupun pada pejabat-pejabat umum yang melanggar ketentuan atau tidak memenuhi kewajibannya, dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Hasil penerimaan BPHTB merupakan penerimaan negara yang sebagian besar diserahkan kepada Pemerintah Daerah, untuk meningkatkan pendapatan daerah guna membiayai pembangunan daerah dan dalam rangka memantapkan otonomi daerah.
- Semua pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan di luar ketentuan ini tidak diperkenankan.
PENGERTIAN
Dalam pembahasan BPHTB akan dijumpai beberapa
pengertian yang sudah baku. Pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
·
BPHTB adala
pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Dalam
pembahasan ini, BPHTB selanjutnya disebut pajak.
·
BPHTB adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan bangunan oleh orang pribadi atau badan.
·
Hak atas tanah
dan bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di
atasnya, sebagaimana dimaksud dalam UU NO 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar
pokok-pokok agraria, UU No 16 Tahun 1985 tentang rumah susun, UU No 28 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku lainnya.
DASAR HUKUM
Dasar hukum BPHTB adalah:
- Undang-Undang No 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,. Undang-Undang ini menggantikan ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor 291.
- Peraturan Pemerintah No 111 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena waris dan hibah.
- Peraturan Pemerintah No 112 Tahun 2000 tentang pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.
- Peraturan Pemerintah No 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB.
OBJEK PAJAK
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan meliputi:
- Pemindahan hak karena:
·
jual beli,
·
tukar menukar,
·
hibah,
·
hibah wasiat,
·
waris,
·
pemasukan dalam
perseroaan atau badan hukum lainnya,
·
pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan hak,
·
penunjukan
pembelian dalam lelang,
·
pelaksanaan
putusan hakim yang mempunyai hukum tetap,
·
penggabungan
usaha,
·
pemekaran usaha,
dan
·
hadiah.
2. Pemberian hak
baru karena:
·
kelanjutan
pelepasan hak, dan
·
di luar
pelepasan hak.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah
hak atas:
- hak milik,
- hak guna usaha,
- hak guna bangunan,
- hak pakai,
- hak milik atas satuan rumah susun, dan
- hak pengelolaan.
TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek
pajak yang diperoleh:
- Perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
- Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
- Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Manteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan usaha atau perwakilan organisasi tersebut.
- Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
- Orang pribadi atau badan karena wakaf.
- Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah,
DASAR PENGENAAN
PAJAK
Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP ditentukan sebesar:
a.
Harga transaksi
dalam jual beli.
b.
Nilai pasar
objek pajak dalam hal:
·
Tukar menukar,
·
Hibah,
·
Hibah wasiat,
·
Waris,
·
Pemasukan dalam
perseroaan atau badan hukum lainnya,
·
Pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan hak,
·
Peralihan hak
karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekutan hukum tetap,
·
Pemberian hak
baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak,
·
Pemberian hak
baru atas tanah di luar pelepasan hak,
·
Penggabungan
usaha,
·
Peleburan usaha,
·
Pemekaran usaha,
·
Hadiah.
c. Harga transaksi
yang tercantum dala Risalah Lelang, dalam hal penunjukan pembeli dalam lelang,
d.
Nilai Jual Objek
Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP PBB), apabila besarnya NPOP sebagaimana dimaksud
dalam poin 1 dan 2 tidak diketahui atau NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB.
Contoh:
Tuan Aryo
membeli tanah dan bangunan dengan NJOP (harga transaksi) Rp 100.000.000. NJOP
PBB tersebut yang digunakan dalam pengenaan PBB adalah Rp 120.000.000, maka
yang dikenakan sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah Rp 120.000.000.
NILAI PEROLEHAN
OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NPOPTKP)
Besarnya NPOPTKP ditetapkan secara regional paling
banyak Rp 60.000.000, kecuali dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah
wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri. NPOPTKP ditetapkan reginal
paling banyak Rp 300.000.000. besarnya NPOPTKP dapat diubah dengan Peraturan
Pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta
perkembangan harga umum tanah dan atau bangunan.
TARIF PAJAK
Besarnya tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima
persen).
SAAT TERUTANGNYA
PAJAK
Saat yang menentukan terutangnya pajak adalah:
a.
Sejak tanggal
dibuat dan ditandatanganinya akta, untuk:
·
Jual beli
·
Tukar menukar
·
Hibah
·
Pemasukan dalam
perseroaan atau badan hukum lainnya
·
Pemisahan hak
yang mengakibatkan peralihan
·
Penggabungan
usaha
·
Peleburan usaha
·
Pemekaran usaha
·
Hadiah
b. Sejak tanggal
penunjukan pemenang lelang untuk lelang
c. Sejak tanggal
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap untuk putusan hakim
d. Sejak tanggal
yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor pertahanan untuk
hibah wasiat dan waris
e.
Sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak untuk:
·
Pemberian hak
baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
·
Pemberian hak
baru di luar pelepasan hak
TEMPAT PAJAK
TERUTANG
Tempat pajak terutang adalah di wilayah:
- Kabupaten
- Kota, atau
- Propinsi
Tempat tersebut meliputi letak tanah dan
atau bangunan.
TEMPAT
PEMBAYARAN
Pajak terutang di bayar ke Kas Negara melalui:
- Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah
- Kantor Pos dan Giro
- Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
CARA MENGHITUNG
BPTHB
BPHTB = Tarif x (Nilai Perolehan Objek Pajak Kena
Pajak)
BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)
CONTOH PERHITUNGAN BPHTB
Contoh 1:
Tuan
Budi membeli tanah dan bangunan dengan NPOP Rp 70.000.000. sedangkan NPOPTKP
yang berlaku di kabupaten/kota tersebut Rp 60.000.000. hitunglah BPHTB!
Jawab:
NPOP Rp
70.000.000
NPOPTKP Rp
60.000.000(-)
NPOPKP Rp
10.000.000
BPHTB yang terutang =
tarif x NPOPKP
=
5% x Rp 10.000.000
=
Rp 500.000,00
Contoh 2:
Pad tanggal 6 Januari 2010 Tuan Soni membeli tanah
yang terletak di Kabupaten Bandung Barat dengan harga Rp 50.000.000. NJOP PBB
tahun 2010 Rp 40.000.000. mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka
NJOPnya sebesar Rp 50.000.000. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris
atau hibah wasiat yang diterima orang priadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri, untuk Kabupaten Bandung Barat
ditetapkan sebesar Rp 60.000.000. mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan
NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB.
BPHTB =
5% x (Rp 50.000.000 – Rp Rp 60.000.000)
=
5% X Rp 0
=
Rp 0 (nihil)
Contoh 3:
Pada tanggal 7 Januari
2011, Nyonya Devi membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten Bandung
dengan harga Rp 90.000.000. NJOP PBB tahun 2011 adalah Rp 100.000.000. sehingga
besarnya NPOP adalah Rp 100.000.000. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu
derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk
Kabupaten Bandung ditetapkan sebesar Rp 60.000.000. hitunglah BPHTB!
Jawab:
BPHTB = 5% x (Rp
100.000.000 – Rp 60.000.000)
=
5% x Rp 40.000.0000
=
Rp 2.000.000
Contoh
4:
Pada
tanggal 28 Juli 2010, Tuan Bonn mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan
yang terletak di Kota Bandung dengan NJOP PBB Rp 400.000.000. NPOPTKP untuk
perolehan hak karena waris untuk Kota Bandung ditetapkan sebesar Rp
300.000.000. Hitung BPHTB!
Jawab:
BPHTB =
50% x 5% x (Rp 400.000.000-Rp 300.000.000)
= 50% x 5% x Rp 100.000.000
=
Rp 2.500.000
Referensi:
Mardiasmo.
2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.
Widyaningsing,
Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan
Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA CV.