Senin, 30 November 2015

PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN
Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang yang dituju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diperoleh dalam tahun pajak. Terdiri dari:

  1. Orang pribadi merupakan orang pribadi tanpa batasan, seperti pengusaha, karyawan, tenaga ahli profesional. 
  2. Warisan yang belum terbagi.
  3. Badan merupakan kumpulan modal sebagai satu kesatuan melakukan usaha atau tidak, seperti PT, CV, Firma, Koperasi. 
  4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) digunakan oleh subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha di Indonesia. BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a.       tempat kedudukan manajemen;
b.      cabang perusahaan;
c.       kantor perwakilan;
d.      gedung kantor;
e.       pabrik;
f.       bengkel;
g.      gudang;
h.      ruang untuk promosi dan penjualan;
i.        pertambangan dan penggalian sumber alam;
j.        wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k.      perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l.        proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m.    pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n.      orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o.      agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p.      komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Jenis Subjek Pajak
Subjek pajak dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

  1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Dalam Negeri adalah sebagai berikut:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1)      pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2)      pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3)      penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4)      pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c.    warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Kewajiban pajak subjektif dalam negeri mulai:

  • waktu orang pribadi dilahirkan, berada arau berniat untuk tinggal di Indonesia. 
  •  waktu badan didirikan atau berkedudukan di Indonesia
  • waktu warisan belum dibagikan.
2. Sujek Pajak Luar Negeri
Yang dimaksud dengan Sujek Pajak Luar Negeri yaitu sebagai berikut:
a.       orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b.      orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bukan Subjek Pajak
Yang bukan subjek pajak adalah sebagai berikut:
a.       kantor perwakilan negara asing;
b.      pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c.       organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1.      Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2.      tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d.      pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak adalah penghasilan yang setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang  pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.

Objek Pajak Yang Dikenakan PPh Final
Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, objek yang dikenakan pajak final menurut pasal 4 ayat 2 sebagai berikut:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi  orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bukan Objek Pajak
Berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, objek yang dikenakan pajak final menurut pasal 4 ayat 3 sebagai berikut:
a.    Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dan harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b.    Warisan:
c.    harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d.   penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit):
e.    pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f.     dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
k. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Dasar Pengenaan Pajak
Secara umum Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan BUT yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya DPP tersebut antara lain:
Wajib Pajak Badan                 = Penghasilan Netto
Wajib Pajak Orang Pribadi     = Penghasilan Netto – PTKP

 
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Dalam menghitung PKP wajib pajak orang pribadi dalam negeri, kepadanya diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya PTKP sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang baru, untuk tahun 2015 adalah sebagai berikut:
Diri pegawai
Rp 36.000.000,00/tahun
Diri pegawai yang kawin
Rp 39.000.000,00/tahun
Diri pegawai yang kawin 1 tanggungan
Rp 42.000.000,00/tahun
Diri pegawai yang kawin 2 tanggungan
Rp 45.000.000,00/tahun
Diri pegawai yang kawin 3 tanggungan
Rp 49.000.000,00/tahun

Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu: orang tua, mertua, anak kandung, dan anak angkat diberikan tambahan PTKP paling banyak 3 (tiga) orang. Penentuan besarnya PTKP ditentukan pada saat awal tahun.
Tanggungan yang dapat diperhitungkan salam menghitung PTKP Wajib Pajak Orag Pribadi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      merupakan anggota keluarga sedarah atau keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat (baik ke atas maupun ke bawah).
2.      Anggota keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan dan menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak.
3.      Anak yang belum dewasa, berumur kurang dari 18 tahun dan belum pernah menikah, meskipun telah memiliki penghasilan sendiri.
4.      Untuk anak angkat (selain anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus) yang dapat diperhitungkan dalam PTKP adalah anak angkat yang belum dewasa (kurang dari 18 tahun) dan menjadi tanggungan sepenuhnya wajib pajak.

Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya [ajak yang erutang yang berlandaskan pada laporan keuangan perusahaan setelah dilakukan koreksi fiska guna memperoleh penghasilan neto fiskal. Sengakan untuk wajib pajak pribadi untk mengetahui penghasilan kena pajak harus dilakukan pengurangan antara penghasilan neto dengan PTKP.
Pajak Terutang = Tarif x Panghasilan Kena Pajak
Dengan tarif yang digunakan dapat mengikuti:
1.      Tarif umum
Tarif berdasarkan pasal 17 UU no 36 Tahun 2008, yakni sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00
15%
Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00
25%
Di atas Rp 500.000.000,00
30%
2.      Tarif Khusus
Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah untuk penghasilan tertentu. Misalnya untuk penghasilan yang pengenaannya bersifat final. Dasar pengenaannya adalah penghasilan bruto tanpa ada pengurangan unsur PTKP
Pajak Terutang = Tarif x Penghasilan Bruto

Penggabungan/Pemisahan Penghasilan
Penggabungan Penghasilan
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenai pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan isteri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Penghasilan isteri tersebut semta-mata diperoleh dari satu pemberi kerja,
2.      Penghasilan isteri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau ekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnnya.

Pemisahan Penghasilan
Dalamhal suai isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputudan hakim, penghitungan PKP dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Apabila suami isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan pajaknya dilakuan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami isteri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dngan besarnya penghasilan neto.

Penghasilan Anak yang Belum Dewasa
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun seumber penghasilnnya dan apapin sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama. Yang dimaksud dengan “anak yang belum dewasa” adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.

Tarif Pajak Penghasilan
1.      Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00
5%
Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00
15%
Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00
25%
Di atas Rp 500.000.000,00
30%
Tarif Deviden
10%
Tidak memilliki NPWP (Untuk PPh pasal 21)
20% lebih tinggi dari seharusnya
Tidak memiliki NPWP untuk yang dipungut/dipotong (Untuk PPh pasal 23
100% lebih tinggi dari seharusnya
Pembayaran fiskal untuk yang punya NPWP
Gratis
Contoh 1:
Jumlah penghasilaln kena pajak Rp 600.000.000,00.
Pajak penghasilan yang terutang:
5% x Rp 50.000.000,00          = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00      = Rp 30.000.000,00
25% x Rp 250.000.000,00      = Rp 62.500.000,00
30% x Rp 100.000.000,00      = Rp 30.000.000,00 (+)
                                                  Rp 125.000.000,00
Contoh 2:
Penghasilan kena pajak sebesar Rp 75.000.000,00. Pajak penghasilan yang harus di potong bagi wajib pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp 50.000.000,00          = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00        = Rp 3.750.000,00(+)
                                                   Rp 6.250.000,00
Pajak penghasilan yang harus di potong jika wajib pajak tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00         = Rp 3.000.000,00
15% x 120% x  Rp 25.000.000,00      = Rp 4.500.000,00(+)
                                                               Rp 7.500.000,00

Referensi:
Widyaningsing, Aristanti. 2011. Hukum Pajak dan Perpajakan dengan Pendekatan Mind Map. Bandung: ALFABETA CV.
Republik Indonesia, Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar